MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN
SUBJEK DAN OBJEK PENDIDIKAN,
ALAT, ISI, DAN METODE DALAM PENDIDIKAN
Disusun oleh :
Erisca Khoiriyah Hapsari (
15320088 )
Kelas : 3D
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA ILMU
PENGETAHUAN ALAM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, sebagai salah satu penugasan
mata kuliah Landasan Pendidikan yang berjudul “Subjek dan Objek Pendidikan,
Alat, Isi, dan Metode Dalam Pendidikan” .
Penulisan
makalah ini selain bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah, juga dapat
memberikan informasi kepada pembaca.
Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran baik secara tertulis maupun secara lisan,
khususnya kepada dosen pengampu mata kuliah Landasan Pendidikan agar
penulis bisa mengembangkan ilmu pengetahuannya, khususnya memahami tentang mata
kuliah ini.
Semarang, 20 September 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam proses
pendidikan sangat diperlukan komponen-komponen pendidikan. Komponen pendidikan
berarti bagian-bagian dari sistem pendidikan, yang menentukan berhasil dan
tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Komponen-komponen tersebut di
antaranya adalah subjek dan objek pendidikan, alat, isi, dan metode dalam
pendidikan.
Suatu pendidikan harus
ada di dalamnya isi pendidikan. Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan
tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada
peserta didik isi atau materi yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan
formal. Dalam penyampaian isi pendidikan tersebut diperlukan suatu cara atau
metode yang efektif serta alat atau sarana guna menunjang berhasilnya tujuan
pendidikan yang hendak dicapai.
Untuk memahami
dan mempelajari lebih lanjut tentang subjek dan objek pendidikan, alat, isi,
dan metode dalam pendidikan. maka perlu disusunnya makalah ini agar pendidik
mampu mendidik dengan profesional sehingga tujuan pendidikan tercapai dengan
sempurna.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa sajakah
subjek dan objek pendidikan?
2. Apakah
jenis-jenis alat pendidikan dalam dunia pendidikan?
4.
Apa saja metode dalam
pendidikan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui
subjek dan objek pendidikan.
2.
Untuk mengetahui alat
pendidikan dalam dunia pendidikan.
3.
Untuk mengetahui isi
dari pendidikan.
4.
Untuk mengetahui
macam-macam metode pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Subjek dan Objek Pendidikan
Subjek dan objek
pendidikan merupakan inti dari pendidikan sebagai proses. Perlu dibedakan
pengertian pendidikan arti luas atau arti umum yang terkait dengan tindakan
mendidik dan pendidikan dalam arti yang khusus atau terbatas yang terkait
dengan tindakan mengajar. Singkatnya perlu dibedakan antara pendidikan dan
pengajaran. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan subjek dan objek
pendidikan, dan subjek dan objek pengajaran.
Pada dasarnya, baik pendidikan maupun
pengajaran merupakan proses atau pergaulan yang melibatkan dua variabel yaitu
pendidik (pengajar, pembelajar) dan si terdidik (siswa, murid, si belajar,
pembelajar). Antara dua variabel tersebut terjadi hubungan pengaruh dari orang
dewaasa terhadap anak muda atau dari pembelajaran terhadap pembelajar, yang
disebut kewibawaan. Dengan demikian dapat ditemukan adanya subjek dan objek
pendidikan. Istimewanya dalam hal ini, si terdidik karena hakikatnya sebagai
pribadi, bukan sekedar barang atau benda, walaupun menjadi sasaran dalam
tindakan mendidik, tidak dapat hanya disebut objek, melainkan juga subjek. Si
terdidik adalah sasaran, pelengkap penderita atau objek, tetapi juga sebagai subjek
yang menentukan dirinya sendiri. Dengan demikian subjek pendidikan adalah
pendidik sedang objek pendidikan adalah si terdidik yang sekaligus juga sebagai
subjek pendidikan.
A. Pendidik
a) Definisi
Pendidik
Dalam
pendidikan arti umum, yang disebut pendidik adalah orang dewasa yang susila
atau manusia yang telah menjadi pribadi seutuhnya atau manusia yang telah berbudaya.
Hal ini sejalan dengan definisi pendidikan yang mengatakan bahwa pendidikan
adalah proses pendewasaan anak muda yang belum dewasa atau definisi pendidikan
oleh Drijarkara, yaitu memanusiakan manusia (hominisasi) lewat pembudayaan
(humanisasi). Hanya manusia dewasa yang susila, pribadi yang utuh dan berbudaya
yang mampu melakukan tindakan mendidik, sebagai subjek pendidikan. Orang yang
belum dewasa, tidak susila, bukan pribadi yang utuh dan berbudaya tidak mungkin
menjadi pendidik. Mendidik adalah memberikan apa yang dimiliki, mentransfer
(transmisi dan transformasi) nilai-nilai, yaitu nilai kedewasaan, kesusilaan,
kepribadian atau kemanusiaan dan kebudayaan. Hanya orang tua yang memiliki
nilai-nilai tersebut yang mampu memberikan nilai-nilai sebagai tindakan
mendidik.
Pendidik
adalah orang dewasa dan susila yang memiliki pengetahuan atau menguasai materi
pembelajaran, yaitu guru. Dalam hal ini guru berfungsi sebagai pengganti
sementara orang tua, mengambil alih tugas mendidik atau membantu orang tua
melakukan tindak mendidik secara praktis yaitu mengajar, memberi instruksi,
melatih, memotivasi, dan memberi nasihat hingga anak menjadi terpelajar.
Dengan
demikian pendidik dalam kaitannya dengan pembelajaran dapat terdiri atas: guru,
pembimbing/konselor, pelatih, penatar, widyaiswara, instruktur, tutor, bahkan
juga kepala sekolah, administrator, pustakawan, dan laboran sekolah. Pada dasarnya
mereka itulah yang mentransfer ilmu pengetahuan pada adak didik sehingga anak
menjadi terdidik, terlatih, dan utamanya terpelajar.
b)
Karakteristik Pendidik
Karakteristik
pendidik baik pendidik dalam pendidikan umum maupun pendidikan dalam pengajaran
adalah dewasa, susila, mandiri atau bertanggung jawab, berbudaya, orang yang
telah terdidik/pelajar, yaitu orang yang telah berkembang kemampuan
intelektualnya yang sensitif terhadap masalah sosial dan estetik, yang mampu
mengapresiasi hakikat dan kekuatan berpikir matematis dan ilmiah, yang mampu
memandang dunia dari perspektif sejarah dan geografik, dan lebih dari itu yang
memperhatikan pentingnya pemikiran yang benar, tepat dan elegan.
Khusus
untuk guru dan dosen, Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen, pasal 8 merumuskan: guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasiona. Kompetensi guru
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional (akademik) yang
diperoleh melalui pendidikan profesi (pasal 10 ayat 1), dan melalui pendidikan
tinggi program sarjana atau diploma 4 (pasal 9).
Dengan
demikian sesuai Undang-Undang tersebut dapat dikatakan bahwa karakteristik
pendidik atau guru yang profesional adalah pendidik/guru yang menguasai
(matang, kompten) dalam aspek: pedagogik, kepribadian, sosial, dan akademik.
Pendidik/guru yang profesional adalah pendidik atau guru yang mampu menguasai
materi yang harus diajarkan (profesional, akademik), mampu mengajarkan
(metodis, didaktis, pedagogis), berkepribadian matang (kompetensi kepribadian),
dan memiliki kematangan sosial (kompetensi soaial).
c)
Tanggung Jawab Pendidik
Pendidik
yang bertanggung jawab adalah pendidik yang menyadari tugasnya dan mau
melaksanakan tugas itu dengan sebaik baiknya demi tercapainya tujuan
pendidikan, tidak mencari cari alasan untuk mengingkari tugasnya. Pendidik
harus menghayati tugsanya sebagai panggilan hidu. Unsur penting dalam panggilan
hidup adalah mengembangkan orang lain dan mengembangkan diri sendiri sebagai
pribadi. Pilihan pendidik untuk melakukan tugas mendidik dipengaruhi oleh
faktor-faktor : iman/kayakinannya, anak didik, orang tua, masyarakat,
bangsa/negara, tempat dan waktu serta budaya dimana pendidikan berlangsung, dan
tuhan sendiri.
Deskripsi
sifat-sifat pendidik yang bertanggung jawab sebagai berikut :
a. Menerima dan mematuhi norma nilai-nilai kemanusiaan.
b. Memikul tugas mendidik secara bebas, berani,
gembira, tanpa beban.
c. Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan
perbuatannya serta akibat-akibat yang timbul (kata hati).
d. Menghargai anak didik, dan orang lain yang
terkait dengan tugas mendidik.
e. Bijaksana dan hati-hati, tidak sembrono,
asal-asalan, berpikir dangkal.
f. Taqwa kepada tuhan yang maha esa.
d)
Peranan Pendidik
Dalam
proses pendidikan, pendidik memiliki peran penting karena tanpa pendidik anak
didik tidak mungkin tumbuh dan berkembang secara wajar. Contoh anak manusia
yang sejak bayi hidup di tengah hutan
dan diasuh oleh serigala, ternyata tidak mampu hidupdi tengah hutan sebagai
manusia normal. Bayi manusia itu bertingkah laku seperti serigala. Jadi sampai
batas tertentu anak didik memiliki ketergantungan pada pendidik. Dalam hal ini
peran pendidik hanyalah membantu/melayani anak didikuntuk mengaktualisasikan potensinya,
sesuai dengan minat dan bakatnya, sesuai pilihan bebasnya. Pendidik berperan mewakili kata hati anak didik ( Tanlain,
1987:32 ). Anak didik harus dibantu untuk menjadi dirinya sendiri, bukan dari
pendidiknya.
Pendidik
termasuk orang tua, harus dapat menerima anak didik sebagaimana adanya, baik
pandai, biasa-biasa saja, atau lemah intelektualnya. Ada kecenderungan banyak
orang tua tidk menerima anak sebagai apa adanya, cenderung memaksakan kehendak
terhadap anak. Hal ini termasuk bentuk kekerasan terhadap anak, suatu bentuk
pendidikan yang tidak membebaskan/memerdekakan dan tidak demokratis (Suparno,
2004:25-46; dalam Widiastono, 2004: 127-128).
Peran
orang tua sebagai pendidik pertama dan utama adalah menerima anak, mencintai,
mendorong dan membantu anak aktif dalam kehidupan bersama, agar anak memiliki
nilai hidup jasmani, nilai kebenaran dan kejujuran, nilai moral dan etika,
nilai keindahan/ estetika, nilai religius/ keagamaan, serta mampu bertindak
sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Sebagai pendidik pertama dan utama orang
tua berperan mengajarkan pengetahuan tentang agama (religius), tentang apa yang
baik dan apa yang tidak baik (moral, etika), apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan dan bagaimana melakukan (etiket, sopan-santun), pergaulan
dengan masyarakat (norma sosial), tanggung jawab terhadap diri sendiri (identitas,
integritas, jati diri), dan orang lain (kekitaan, pluralitas, inklusif). Semua
pendidik diluar orang tua berperan membantu orang tua, melaksanakan sebagian
tugas mendidik yang dilakukan oleh orang tua, memperoleh otoritas dari orang
tua, maka tidak pernah akan menggantikan atau mengambil-alih peran orang tua
dalam mendidik anaknya. Tanggung jawab akhir mendidik ada ditangan orang tua.
Apabila dalam melakukan pendidikan tersebut ternyata mengalami kesulitan,
misalnya tidak berdaya mengatasi kenakalan anak, maka pemecahan terakhir
diserahkan kembali pada orang tua.
B. Peserta Didik
a) Definisi
Peserta Didik
Peserta
didik adalah mereka yang sedang mengalami proses dididik. Mereka dalah manusia
muda yang belum dewasa, dalam proses menuju kedewasaan; manusia yang sedang
dalam proses memanusiakan dirinya menjadi manusia seutuhnya; manusia yang dalam
proses pembudayaan atau membudayakan dirinya menuju manusia yang beradab.
Menurut Drost (2000:21), mereka itu adalah manusia yang masih perlu dibentuk:
kanak-kanak, anak, remaja, dan adolesens
atau pemuda, usia antara 0 tahun sampai 20 tahun. Ia menegaskan bahwa kalau
sesudah usia 20 tahun masih harus dididik artinya pendidikan gagal. Dalam arti
umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Dalam arti sempit, anak
didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggung
jawab pendidik (Tanlain dkk., 1987: 33-34; mengutip dari Bernadib, 1985: 39;
Langeveld, 1971: pasal 34).
b)
Karateristik Peserta Didik
Karakteristik,
ciri-ciri, atau sifat-sifat peserta didik dapat ditelusuri dnegan mudah dengan
membalikkan karakteristik dari pendidik,yaitu manusia yang belum atau sedang
menuju menjadi manusia : dewasa, susila, seutuhnya, berjatidiri, berintegritas,
bermartabat,berbudaya, beradab, mandiri, bertanggung jawab, singkatnya adalah anak yang belum dan sedang menjadi manusia
terdidik. Adapun ciri-ciri manusia terdidik, kemampuan intelektualnya telah
berkembang, yang sensitif terhadapmasalah-masalah moral dan estetika, yang
mampu mengapresiasi hakikat dan kekuatan pemikiran matematika dan ilmiah, yang
mampu memandang dunia dengan perspektif sejarah dan geografi,dan lebih dari itu
yang memperhatikan pentingnya kebenaran, ketepatan, dan elegan dalam berpikir.
Peserta
didik perlu memanusiakan dirinya melalui pendidikan. Kemanusiaan bukanlah
barang jadi, tetapi sesuatu yang harus ditemukan dan diwujudkan terus-menerus (ongoing
formation). Manusia selalu dalam proses “menjadi”. Ia tidak hanya being, tetapi
juga becoming, suatu gerak, proses, transisi, yang tidak pernah selesai. Kodrat
manusia adalah kemanusiaan yang belum selesai, masih harus muncul, lahir, dan
mewujud dalam sejarah. (Sastrapratedja dalam Widiastono, 2004: 3-4).
Peserta
didik memang belum dewasa, tetapi sedang tumbuh dan berkembang menjadi dewasa.
Ia belum susila, tetapi sedang tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang
susila. Ia belum sebagai manusia yang utuh, tetapi sedang tumbuh dan berkembang
menuju manusia seutuhnya. Ia belum berjatidiri, berintegritas, bermartabat,
tetapi sedang tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berjatidiri,
berintegritas, dan bermartabat. Ia memang belum berbudaya dan beradab, tetapi
sedang tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.
c)
Tanggung Jawab Peserta Didik
Dalam mengaktualisasikan potensi dirinya
peserta didik memerlukan bantuan pendidik. Tanpa bantuan pendidik potensi
tersebut tidak mungkin mengaktualisasikan diri secara baik dan wajar. Itulah
yang disebut sifat ketergantungan anak
didik kepada pendidik. Karena masih bersifat ketergantungan, maka anak didik
juga belum mampu bertanggung jawab sendiri, memilih dan mengambil keputusan
sendiri secara bebas, maka menyerahkan tanggung jawab dan kebebasannya tersebut
sementara kepada pendidi. Dengan demikian pendidik akan melakukan tindakan
mendidik sejalan dengan besarnya ketergantungan dan tanggung jawab yang
diserahkan oleh anak didik. Maka pendidik dalam tindakan mendidiknya.
Ketergantungan dan dan kebebasan serta tanggung jawab yang diserahkan kepada pendidik itu akan ditarik kembali secara berangsur-angsur seirama dengan pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Makin dewasa ketergantungannya makin berkurang dan tanggung jawabnya makin besar; pada saatnya anak didik akan melepas ketergantungannya dan bertanggung jawab sepenuhnya. Itulah yang disebut sebagai manusia terdidik.
Ketergantungan dan dan kebebasan serta tanggung jawab yang diserahkan kepada pendidik itu akan ditarik kembali secara berangsur-angsur seirama dengan pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Makin dewasa ketergantungannya makin berkurang dan tanggung jawabnya makin besar; pada saatnya anak didik akan melepas ketergantungannya dan bertanggung jawab sepenuhnya. Itulah yang disebut sebagai manusia terdidik.
d)
Peranan Peserta Didik
Peranan peserta didik ditentukan oleh
lingkungan kehidupan dimana proses pendidikan berlangsung. Lingkungan
pendidikan adalah keluarga (pendidik informal), masyarakat (pendidik nonformal,
pendidikan luar sekolah), dan sekolah (pengajaran formal). Peran peserta didik
juga ditentukan oleh bentuk atau upaya pendidikannya. Pendidikan terlaksana
dalam tiga bentuk atau upaya, yaitu pembiasaan, peneladanan, dan pembelajaran.
Besar dan proporsi peran serta peserta didik tergantung teori atau pendekatan
atau asumsi terhadap pendidikan itu sendiri. Berikut ini paparannya
Dalam keluarga, terlaksana lebih dalam bentuk atau upaya pembiasaan dan peneladanan, utamanya pada tingkat awal-awal pendidikan. Orang tua menanamkan nilai-nilai (internalisasi nilai, pembatinan nilai) lewat pembiasaan dan peneladanan. Anak dibiasakan makan dan tidur secara teratur, diberikan teladan bagaimana berdoa, berlaku sopan, bersikap sosial dan menolong, bersikap hormat pada orang tua, dan seterusnya. Jadi didalam pendidikan keluarga, anak didik berperan sebagai orang yang berlatih untuk membiasakan diri dengan norma-norma keluarga dan meniru atau meneladani tindakan-tindakan orang lebih tua.
Di dalam masyarakat, anak didik berperan sebagai anggota masyarakat. Dalam masyarakat ada berbagai lembaga, seperti lembaga aagama, lembaga sosial, lembaga politik dan lain-lain. Anak dapat menjadi anggota lembaga-lembaga tersebut sebagai anak didik. Setiap lembaga memiliki norma-norma khusus yang harus ditaati oleh para anggotanya. Dalam kaitannya dengan pendidikan lembaga-lembaga dimasyarakat tersebut lebih menitik-beratkan upayanya pada peneladanan dan pembelajaran/pelatihan. Dengan demikian peran anak didik pada lembaga-lembaga masyarakat tersebut lebih sebagai pengambil teladan, walaupun tentu juga terjadi peran meniru dan belajar/berlatih. Oleh karena itu sebagai konsekuensinya, masyarakat lebih dituntut memberi teladan dalam kaitannya dengan upaya pendidikan.
Dalam keluarga, terlaksana lebih dalam bentuk atau upaya pembiasaan dan peneladanan, utamanya pada tingkat awal-awal pendidikan. Orang tua menanamkan nilai-nilai (internalisasi nilai, pembatinan nilai) lewat pembiasaan dan peneladanan. Anak dibiasakan makan dan tidur secara teratur, diberikan teladan bagaimana berdoa, berlaku sopan, bersikap sosial dan menolong, bersikap hormat pada orang tua, dan seterusnya. Jadi didalam pendidikan keluarga, anak didik berperan sebagai orang yang berlatih untuk membiasakan diri dengan norma-norma keluarga dan meniru atau meneladani tindakan-tindakan orang lebih tua.
Di dalam masyarakat, anak didik berperan sebagai anggota masyarakat. Dalam masyarakat ada berbagai lembaga, seperti lembaga aagama, lembaga sosial, lembaga politik dan lain-lain. Anak dapat menjadi anggota lembaga-lembaga tersebut sebagai anak didik. Setiap lembaga memiliki norma-norma khusus yang harus ditaati oleh para anggotanya. Dalam kaitannya dengan pendidikan lembaga-lembaga dimasyarakat tersebut lebih menitik-beratkan upayanya pada peneladanan dan pembelajaran/pelatihan. Dengan demikian peran anak didik pada lembaga-lembaga masyarakat tersebut lebih sebagai pengambil teladan, walaupun tentu juga terjadi peran meniru dan belajar/berlatih. Oleh karena itu sebagai konsekuensinya, masyarakat lebih dituntut memberi teladan dalam kaitannya dengan upaya pendidikan.
Di sekolah, anak didik lebih dominan dengan
kegiatan belajar walaupun pasti ada upaya pembiasaan dan peneladanan. Memang
tugas utama sekolah adalah mengajar. Oleh karena itu peran anakdidik di sekolah
adalah belajar, dengan demikian yang lebih dominan adalah belajar (siswa aktif)
bukan mengajar (siswa pasif), swalaupun kegiatan belajar baru muncul setelah
adanya kegiatan mengajar, proses mengajar-belajar, bukan belajar-mengajar. Oleh
karena itu diupayakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan
menyenangkan.
Bagaimanapun, peran anak didik tidak dapat
dipisahkan dari peran pendidik, sebab pendidikan hanya terjadi bila ada peran
pendidik dan peran anak didik. Peran pendidik tersimpul dalam otoritas sedang
peran anak didik tersimpul dalam partisipasi.
2.2 Alat
Pendidikan
A.
Definisi
Alat Pendidikan
Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan
yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
Alat pendidikan bisa berupa situasi yang diciptakan dan perlakuan yang sudah
dirancang ditujukan kepada peserta didik sehingga bisa mendorong terwujudnya
proses pendidikan yang efektif menuju pada tercapainya tujuan pendidikan. Alat
pendidikan berkaitan dengan tindakan atau perbuatan pendidik.
Agar dapat meliputi keseluruhan arti luas
(Ilmu Pendidikan Teoritis) maupun arti terbatas (Ilmu Pendidikan Praktis), maka
dapat dibuat definisi gabungan bahwa alat pendidkan adalah suatu perbuatan atau
situasi atau benda yang sengaja dirancang atau diadakan dan digunakan untuk
mencapai tujuan pendidik.
B.
Jenis
Alat Pendidikan
Jenis
atau macam-macam alat pendidikan dapat dibedakan berdasar banyak sudut pandang
:
a)
Dari segi wujudnya,
alat pendidikan dapat dibedakan menjadi alat pendidikan nonmateri dan materi.
Alat pendidikan yang nonmateri, berupa perbuatan mendidik, sering disebut
software (perangkat lunak), yang meliputi: nasihat, teladan, pembiasaan,
anjuran, perintah, larangan, pujian/ganjaran (reward), teguran/peringatan,
hukuman (punishment), dan motivasi. Alat pendidikan yang berupa materi
(perangkat keras, hardware) dapat berupa meja, kursi, papan tulis, penghapus,
buku, peta, dan lain-lain.
b)
Dari segi arahnya,
dapat dibedakan alat pendidikan positif dan negatif. Alat pendidikan yang
positif dimaksudkan agar anak mengerjakan sesuatu yang positif, yang baik,
misalnya: teladan, pembiasaan yang baik, perintah/tugas, pujian, dan ganjaran.
Alat pendidikan yang negatif dimaksudkan agar anak didik jangan melakukan atau
menghindari hal-hal yang negatif, misalnya: larangan, teguran/celaan,
peringatan, ancaman, hukuman.
c)
Dilihat dari maksud/sifatnya,
dapat dibedakan antara alat pendidikan preventif dan represif. Alat pendidikan
yang preventif bermaksud/bersifat mencegah, agar anak didik tidak melakukan
hal-hal yang tidak diinginkan pendidik (ha-hal yang tidak baik), berarti
sebelum terjadinya tindakan, misalnya: pembiasaan, bertindak baik,
perintah/tugas, motivasi atau dorongan. Alat pendidikan represif (menekan
kembali), kuratif (penyembuhan) atau korektif (memperbaiki), bermaksud atau
bersifat menyembuhkan atau memperbaiki, diterapkan setelah terjadi tindakan
anak didik yang menyimpang, misalnya: teguran, celaan, peringatan, ancaman,
bahkan bisa hukuman. Alat pendidikan tersebut diterapkan bukan untuk
menyakitkan fisik atau melukai hati, melainkan agar anak didik menjadi sadar
dan memperbaiki tindakannya.
d)
Dilihat dari akibat atau
tanggapan dari anak didik, dapat dibedakan antara alat
pendidikan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Alat pendidikan yang
menyenangkan misalnya: nasihat, pujian, dan ganjaran. Alat pendidikan yang
tidak menyenangkan, membuat anak didik menjadi tidak senang, misalnya teguran,
peringatan, ancaman, dan hukuman.
e)
Dilihat dari tingkatannya,
dapat dibedakan antara alat pendidikan pendahuluan dan alat pendidikan yang
sebenarnya. Alat pendidikan pendahuluan merupakan tindakan atau upaya pembiasaan,
yang dapat meliputi: keteraturan, kebersihan, ketenangan. Alat perlindungan
yang sebenarnya, meliputi upaya untuk memberi perlindungan, memberi teladan,
penyadaran, pencerahan, pemahaman, penguatan, pembentukan kemauan atau
motivasi, dan lain-lain.
2.3 Isi
Pendidikan
A.
Definisi
Isi Pendidikan
Isi
pendidikan adalah segala sesuatu yang merupakan misi pendidikan yang diberikan
kepada peserta didik untuk keperluan pertumbuhan atau perkembangan jiwa dan
raga peserta didik serta berguna sebagai modal bagi kehidupannya dimasa depan.
Definisi lain dari isi pendidikan adalah materi didik yangmampu mengantar anak
didik menjadi dewasa yang susila atau manusia utuh yang berbudaya. Isi
pendidikan tersebut berupa nilai-nilai yang tersusun sebagai sistem nilai. Dalam
sistem persekolahan, materi pendidikan telah diramu dalam kurikulum yang akan
disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan.
Dalam
kaitannya dengan nilai-nilai sebagai isi pendidikan, pendidikan dapat disebut
sebagai proses transfer (pemidahan) nilai-nilai dari orang dewasa yang susila
atau manusia dewasa uyang utuh dan berbudaya kepada anak didik, yaitu manusia
muda yang belum dewasa dan susila atau manusia muda yang masih dalam
pertumbuhan dan perkembangan menuju manusia yang utuh dan berbudaya. Sebagaimana
pernah disebut, transfer nilai dapat dikonotasikan sebagai pewarisan
nilai-nilai dari generasi lama (generasi tua) kepada generasi muda. Transfer
nilai dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu transmisi dan transformasi.
Transmisi
nilai-nilai terjadi ketika nilai-nilai yang diwariskan itu tetap tanpa ada
perubahan, biasanya berupa nilai-nilai budaya yang bersifat luhur dan final,
yang perlu dilestarikan, seperti nilai-nilai Pancasila bagi Indonesia.
Transformasi nilai-nilai terjadi ketika nilai-nilai yang diwariskan masih perlu
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan jaman.
B. Macam-Macam
Isi Pendidikan
Pendidikan
terpusat pada kebutuhan manusia, maka macam-macam isi pendidikan juga harus
sesuai dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Kebutuhan manusia dapat ditelusuri
dari pandangan hidup orang, masyarakat, atau bangsa yang mendidik dan dididik.
Pandangan tentang kebutuhan manusia secara umum dapat ditelusuri dari pendapat
ahli yang terkait.
Maslow
menyusun kebutuhan manusia secara hierarkis dari yang paling bawah:
1)
Kebutuhan
fisiologis atau biologis, seperti makan, minum, tidur.
2)
Kebutuhan
rasa aman, seperti tubuh yang sehat, pakaian, rumah untuk berlindung.
3)
Kebutuhan
sosial, saling mencintai dan menerima, seperti berkawan, berkeluarga, berkelompok
atau bermasyarakat.
4)
Kebutuhan
penghargaan atau harga diri
5)
Kebutuhan
pengakuan atau aktualisasi diri, seperti mengembangkan bakat atau kegemaran.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, pada
dasrnya pendidikan dilakukan agar manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut, baik kebutuhan tingkat rendah maupun kebutuhan tingkat tinggi.
Pendidikan tidak boleh mengabaikan kebutuhan yang manapun.
Menurut Drijakara, menyusun nilai-nilai
pendidikan dari yang rendah ke yang tinggi, yaitu:
1)
Nilai vital (jasmani), seperti makan, minum,
pakaian, perumahan; berkonotasi dengan “sehat” rumusan tujuan pendidikan dalam
Sisdiknas 2003.
2)
Nilai seni (keindahan), seperti rasa bahagia
dengan barang-barang yang halus, bagus, indah; berkonotasi dengan “kreatif dan
mandiri” rumusan tujuan pendidikan dalam Sisdiknas 2003.
3)
Nilai kebenaran, seperti ilmu pengetahuan,
pengertian, pemahaman; berkonotasi dengan “cerdas, berilmu, dan cakap” rumusan
tujuan pendidikan dalam Sisdiknas 2003.
4)
Nilai kesusilaan (moral dan etika), seperti
cinta sesama, saling menghormati, bekerjasama, inklusif, pluralisme,
berkonotasi dengan “berakhlak mulia dan berbudi luhur, warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab” rumusan tujuan pendidikan dalam Sisdiknas
2003.
5)
Nilai religius (jiwa keagamaan) yaitu pengakuan
dan tunduk kepada Tuhan Yang Maha Esa; berkonotasi dengan “beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa” rumusan tujuan pendidikan dalam Sisdiknas 2003.
Nilai-nilai tersebut merupakan
kesatuan yang perlu dicapai secara utuh, artinya pendidikan harus mengembangkan
nilai-nilai tersebut secara utuh.
2.4 Metode
Pendidikan
A.
Definisi
Metode Pendidikan
Metode pendidikan merupakan cara praktis
yang dipakai pendidik untuk menyampaikan materi pendidikan agar bisa secara
efektif dan efisien diterima oleh peserta didik. Metode yang dipilih selalu
disesuaikan dengan hakikat pembelajaran, karateristik peserta didik, jenis
materi pelajaran, situasi dan kondisi lingkungan, dan tujuan yang akan dicapai.
Ada
banyak metode yang bisa dipilih oleh guru dalam mengajar, misalnya:
1. Ceramah
2. Diskusi
(discussion)
3. Praktik
4. Bermain
peran (role playing)
5. Pemecahan
masalah (problem solving)
6. Inkuiri
reflektif (inquiry reflective)
7. Penyampaian
Cerita (story telling)
8. Investigasi
(investigation)
9. Kerja
Lapangan (field work)
B.
Pertimbangan
dalam memilih metode pendidikan
Fungsi untuk metode
pendidikan adalah menghantar tindakan mendidik untuk mencapai tujuan pendidikan
secara efektif dan efisien. Tercapainya tujuan pendidikan ditentukan dalam
berbagai faktor, yaitu :
a)
Tujuan yan telah
ditetapkan. Metode tidak dapat dilepaskan dari tuuan yang telah ditetapkan.
Jadi tujuan pendidikan turut menentukan metode yang digunakan. Tujuan berperan
penting dalam menentukan metode, sebagaimana pernah menjadi sikap penganut
paham komunis; artinya tujuan yang baik harus dicapai dengan cara yang baik
pula. Tujuan pendidikan yang berbeda pula menuntu pendidikan yang berbeda pula.
Misalnya, untuk penanaman nilai-nilai dan penyampaian fakta-fakta atau
informasi lebih baik tidak mengunakan metode ceramah, sedang untuk pemecahan
masalah lebih tepat digunakan metode diskusi.
b)
Lingkungan, suasana,
dan fasilitas pendidikan. Lingkungan biasanya terkait erat suasana fasilitas
yang tersedia. Dengan suasana dan fasilitas yang berbeda dituntut cara melaksanakan
pendidikan yang berbeda pula. Misalnya, untuk mendidik anak-anak desa
diperlukan cara atau metode yang berbeda dari mendidik anak-anak dari kota,
demikian pula untuk anak kaya dan yang miskin, untuk limgkungan petani,
nelayan, pegawai, buruh dan seterusnya.
c)
Sistem dan kurikulum
pendidikan. Sistem pendidikan erat terkait dengan kurikulum yang digunakan.
Dalam system pendidikan di Indonesia pernah berlaku berbagai jenis kurikulum,
termasuk yang terakhir adalah KBK(Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan PEndidikan). Dari sisitem dan kurikulum pendidikan
yang berbeda-beda itu juga pernah menimbulkan model, pendekatan, dan startegi
atau metode pendidikan yang berbeda, seperti pendekatan CBSA (Cara Belajar
Sisiwa Aktif), CTL (Contektual Teaching Learning), Sistem Pembellajaran
Terpadu, Pembelajaran Tematis, pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif
Efektif Menyenangkan) atau PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif
Menyenangkan). Khusus yang terkait dengan waktu yang tersedia dalam kurikulum,
waktu yang berbeda juga menutut metode yang berbeda pula, termasuk bila materi
yang dididikan sama. Misalnya, metode diskusi, pemberian tugas, penemuan nuntut
waktu yang lebih lama, sedang metode ceramah tidak baik bila berlangsung
terlalu lama. Untuk waktu pagi-pagi ceramah bisa masih efektif, tetapi pada
siang hari ceramah harus diselingi dengan humor-humor tertentu.
d)
Kebutuhan anak didik.
Kebutuhan anak didik dapat diartikan sebagai tingkat perkembangan anak didik,
kemampuan anak didik, situasi dan kondisi anak didik. Misalnya, untuk taman
kanak-kanak digunakan metode bercerita, bernyanyi, dan bermain. Metode diskusi,
studi bebas, penemuan lebih efektif untuk anak tingkat pendidikan menengah dan
tinggi.
e)
Kemampuan pendidik.
Kemampuan ini dapat meliputi kemampuan untuk menemukan memfasilitasi, dan
melaksanakannya. Misalnya metode ceramah, menuntut kemampuan pendidik untuk
berbicara menyusun retorika, mengatur irama dan seterusnya. Metode simulasi
menuntut kemampuan pendidikan menyusun situasi bermasalah dan atau permainan
bagi anak; metode diskusi menuntu kemampuan pendidik memimpin diskusi dan
memecahkan masalah.
C.
Macam-Macam
Metode Pendidikan
Sejalan dengan
pembedaan Antara pendidikan arti luas atau pendidikan arti umum dan pendidikan
arti khusus, maka juga dapat dibedakan Antara metode pendidikan dan metode
pengajaran. Dalam pengajaran selain proses pembelajaran juga memerlukan
evaluasi, maka dalam pengajaran terdapat metode evaluasi pengajaran, yang bisa
disebutdengan penelitian pendidikan. Berikut tiga macam metode pendidikan :
a.
Metode
pendidikan.
Metode ini dapat digunakan oleh orangtua sebagai pendidik utama dan pertama.
Orangtua memeperoleh kemampuan mendidik anak-anak mereka secara tradisional,
dengan cara meniru orang tuanya turun-temurun dalam keluarga. Metode pendidikan
dalam keluarga ini utamanya berupa pembiasaan dan peneladanan. Metode
pembiasaan dan peneladanan, dalam batas-batas tertentu, juga digunakan dalam
pendidikan formal.
b.
Metode
pengajaran.
Metode pengajaran terkait erat dengan ilmu megajar pada umumnya dan ilmu cara
mengajarkan mata pelajaran tertentu. Didaktik dan Metodik tercakup didalam ilmu
mendidik, yang dalam UU Guru dan Dosen masuk kategori kompetensi pedagogik.
c.
Metode
penelitian pendidikan.
Metode penelitian pendidikan selain untuk mengealuasi pelaksanaan program
pendidikan, sejauh mana pelaksanaan pendidikan telah mencapai tujuan yang di
teteapkan juga untuk mengembangkan pendidikan itu sendiri. Yang termasuk dalam
metode penelitian pendidikan antara lain survei dan eksperimen dengan alat ukur
seperti tes, wawancara, observasi, dan kuesioner. Metode penelitian pendidikan
tidak akan dibicarakan lebih lanjut di sini melainkan sebagai mata kuliah
tersendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mendidik dan dididik adalah kegiatan fundamental. Supaya anak menjadi
dewasa, ditetapkan isi atau materi yang relevan untuk keperluan pertumbuhan.
Isi pendidikan meliputi nilai, pengetahuan, dan ketrampilan. Di samping itu,
metode pendidikan juga diperlukan karena berfungsi sebagai alat untuk mencapai
tujuan pendidikan dan selalu terkait dengan proses pendidikan. Dalam memilih
metode yang tepat, perlu memperhatikan tujuan yang hendak dicapai, kemampuan
pendidik, kebutuhan peserta didik, dan isi atau materi pendidikan. Untuk
mendukung terlaksananya proses pendidikan, alat pendidikan sangat diperlukan
baik yang bersifat tindakan yaitu perbuatan pendidik yang bersifat nonmaterial
(software) maupun yang berupa kebendaan yaitu alat bantu pendidikan yang
bersifat materi (hardware). Isi, metode, dan alat pendidikan
merupakan hal yang berbeda namun sangat erat kaitannya. Setelah isi pendidikan
diketahui, maka metode dan alat pendidikan yang dipakai harus sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai.
3.2 Saran
1. Hendaknya pemerintah senantiasa
memperbaiki dan meningkatkan alat-alat pendidikan agar sesuai yang dibutuhkan
peserta didik demi terlaksananya proses pendidikan sehingga dapat mencapai
tujuan pendidikan.
2. Pendidik sudah seharusnya selalu
belajar mengenai metode-metode pendidikan agar menjadi pendidik yang lebih baik
dan dapat memenuhi kebutuhan peserta didik dalam proses pendidikan.
3. Sebagai mahasiswa, khususnya
mahasiswa kependidikan, harus selalu berpartisipasi dalam meningkatkan
pendidikan di Indonesia dengan terus belajar, mengerti isi pendidikan, metode
dan alat-alatnya, sebagai bekal untuk mendidik anak yang merupakan generasi
penerus bangsa agar lebih cerdas, trampil, dan bertingkah laku baik.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Arif Rohman. 2011. Memahami Pendidikan dan Ilmu
Pendidikan. Yogyakarta : LaksBang Mediatama
·
Made Pidarta. 2007. Landasan Pendidikan. Jakarta
: Rineka Cipta