Senin, 19 Desember 2016

SUBJEK DAN OBJEK PENDIDIKAN, ALAT, ISI, DAN METODE DALAM PENDIDIKAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN
SUBJEK DAN OBJEK PENDIDIKAN, ALAT, ISI, DAN METODE DALAM PENDIDIKAN
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyRiBBPo1ukmEN61LPS5TpOwEyyhuPWooLHM_qIXtHu1tcw7hH9qbyqZhIrxr9I7biTAcDkYP_8UgKbiLJMn3EJ5hQY-VFI3vdC4CQroze5VLgpTd5zuwvSKR2UGQBHpUwgS-g7oCfdYU/s1600/Logo_Universitas_PGRI_Semarang.jpg
Disusun oleh :
Erisca Khoiriyah Hapsari ( 15320088 )

Kelas : 3D



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, sebagai salah satu penugasan mata kuliah Landasan Pendidikan yang berjudul “Subjek dan Objek Pendidikan, Alat, Isi, dan Metode Dalam Pendidikan” .
Penulisan makalah ini selain bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah, juga dapat  memberikan informasi kepada pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran baik secara tertulis maupun secara lisan, khususnya kepada dosen pengampu mata kuliah Landasan Pendidikan agar penulis bisa mengembangkan ilmu pengetahuannya, khususnya memahami tentang mata kuliah ini.



Semarang, 20 September 2016


Penulis





BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam proses pendidikan sangat diperlukan komponen-komponen pendidikan. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Komponen-komponen tersebut di antaranya adalah subjek dan objek pendidikan, alat, isi, dan metode dalam pendidikan.
Suatu pendidikan harus ada di dalamnya isi pendidikan. Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi atau materi yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal. Dalam penyampaian isi pendidikan tersebut diperlukan suatu cara atau metode yang efektif serta alat atau sarana guna menunjang berhasilnya tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
Untuk memahami dan mempelajari lebih lanjut tentang subjek dan objek pendidikan, alat, isi, dan metode dalam pendidikan. maka perlu disusunnya makalah ini agar pendidik mampu mendidik dengan profesional sehingga tujuan pendidikan tercapai dengan sempurna.

1.2   Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa sajakah subjek dan objek pendidikan?
2.      Apakah jenis-jenis alat pendidikan dalam dunia pendidikan?
4.      Apa saja metode dalam pendidikan?


1.3  Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.        Untuk mengetahui subjek dan objek pendidikan.
2.        Untuk mengetahui alat pendidikan dalam dunia pendidikan.
3.        Untuk mengetahui isi dari pendidikan.
4.        Untuk mengetahui macam-macam metode pendidikan.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Subjek dan Objek Pendidikan

            Subjek dan objek pendidikan merupakan inti dari pendidikan sebagai proses. Perlu dibedakan pengertian pendidikan arti luas atau arti umum yang terkait dengan tindakan mendidik dan pendidikan dalam arti yang khusus atau terbatas yang terkait dengan tindakan mengajar. Singkatnya perlu dibedakan antara pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan subjek dan objek pendidikan, dan subjek dan objek pengajaran.
Pada dasarnya, baik pendidikan maupun pengajaran merupakan proses atau pergaulan yang melibatkan dua variabel yaitu pendidik (pengajar, pembelajar) dan si terdidik (siswa, murid, si belajar, pembelajar). Antara dua variabel tersebut terjadi hubungan pengaruh dari orang dewaasa terhadap anak muda atau dari pembelajaran terhadap pembelajar, yang disebut kewibawaan. Dengan demikian dapat ditemukan adanya subjek dan objek pendidikan. Istimewanya dalam hal ini, si terdidik karena hakikatnya sebagai pribadi, bukan sekedar barang atau benda, walaupun menjadi sasaran dalam tindakan mendidik, tidak dapat hanya disebut objek, melainkan juga subjek. Si terdidik adalah sasaran, pelengkap penderita atau objek, tetapi juga sebagai subjek yang menentukan dirinya sendiri. Dengan demikian subjek pendidikan adalah pendidik sedang objek pendidikan adalah si terdidik yang sekaligus juga sebagai subjek pendidikan.

A.    Pendidik

a)      Definisi Pendidik
Dalam pendidikan arti umum, yang disebut pendidik adalah orang dewasa yang susila atau manusia yang telah menjadi pribadi seutuhnya atau manusia yang telah berbudaya. Hal ini sejalan dengan definisi pendidikan yang mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pendewasaan anak muda yang belum dewasa atau definisi pendidikan oleh Drijarkara, yaitu memanusiakan manusia (hominisasi) lewat pembudayaan (humanisasi). Hanya manusia dewasa yang susila, pribadi yang utuh dan berbudaya yang mampu melakukan tindakan mendidik, sebagai subjek pendidikan. Orang yang belum dewasa, tidak susila, bukan pribadi yang utuh dan berbudaya tidak mungkin menjadi pendidik. Mendidik adalah memberikan apa yang dimiliki, mentransfer (transmisi dan transformasi) nilai-nilai, yaitu nilai kedewasaan, kesusilaan, kepribadian atau kemanusiaan dan kebudayaan. Hanya orang tua yang memiliki nilai-nilai tersebut yang mampu memberikan nilai-nilai sebagai tindakan mendidik.
Pendidik adalah orang dewasa dan susila yang memiliki pengetahuan atau menguasai materi pembelajaran, yaitu guru. Dalam hal ini guru berfungsi sebagai pengganti sementara orang tua, mengambil alih tugas mendidik atau membantu orang tua melakukan tindak mendidik secara praktis yaitu mengajar, memberi instruksi, melatih, memotivasi, dan memberi nasihat hingga anak menjadi terpelajar.
Dengan demikian pendidik dalam kaitannya dengan pembelajaran dapat terdiri atas: guru, pembimbing/konselor, pelatih, penatar, widyaiswara, instruktur, tutor, bahkan juga kepala sekolah, administrator, pustakawan, dan laboran sekolah. Pada dasarnya mereka itulah yang mentransfer ilmu pengetahuan pada adak didik sehingga anak menjadi terdidik, terlatih, dan utamanya terpelajar.

b)     Karakteristik Pendidik
Karakteristik pendidik baik pendidik dalam pendidikan umum maupun pendidikan dalam pengajaran adalah dewasa, susila, mandiri atau bertanggung jawab, berbudaya, orang yang telah terdidik/pelajar, yaitu orang yang telah berkembang kemampuan intelektualnya yang sensitif terhadap masalah sosial dan estetik, yang mampu mengapresiasi hakikat dan kekuatan berpikir matematis dan ilmiah, yang mampu memandang dunia dari perspektif sejarah dan geografik, dan lebih dari itu yang memperhatikan pentingnya pemikiran yang benar, tepat dan elegan.
Khusus untuk guru dan dosen, Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, pasal 8 merumuskan: guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasiona. Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional (akademik) yang diperoleh melalui pendidikan profesi (pasal 10 ayat 1), dan melalui pendidikan tinggi program sarjana atau diploma 4 (pasal 9).
Dengan demikian sesuai Undang-Undang tersebut dapat dikatakan bahwa karakteristik pendidik atau guru yang profesional adalah pendidik/guru yang menguasai (matang, kompten) dalam aspek: pedagogik, kepribadian, sosial, dan akademik. Pendidik/guru yang profesional adalah pendidik atau guru yang mampu menguasai materi yang harus diajarkan (profesional, akademik), mampu mengajarkan (metodis, didaktis, pedagogis), berkepribadian matang (kompetensi kepribadian), dan memiliki kematangan sosial (kompetensi soaial).

c)      Tanggung Jawab Pendidik
Pendidik yang bertanggung jawab adalah pendidik yang menyadari tugasnya dan mau melaksanakan tugas itu dengan sebaik baiknya demi tercapainya tujuan pendidikan, tidak mencari cari alasan untuk mengingkari tugasnya. Pendidik harus menghayati tugsanya sebagai panggilan hidu. Unsur penting dalam panggilan hidup adalah mengembangkan orang lain dan mengembangkan diri sendiri sebagai pribadi. Pilihan pendidik untuk melakukan tugas mendidik dipengaruhi oleh faktor-faktor : iman/kayakinannya, anak didik, orang tua, masyarakat, bangsa/negara, tempat dan waktu serta budaya dimana pendidikan berlangsung, dan tuhan sendiri.
Deskripsi sifat-sifat pendidik yang bertanggung jawab sebagai berikut :
a.       Menerima dan mematuhi norma nilai-nilai kemanusiaan.
b.      Memikul tugas mendidik secara bebas, berani, gembira, tanpa beban.
c.       Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang timbul (kata hati).
d.      Menghargai anak didik, dan orang lain yang terkait dengan tugas mendidik.
e.       Bijaksana dan hati-hati, tidak sembrono, asal-asalan, berpikir dangkal.
f.       Taqwa kepada tuhan yang maha esa.

d)     Peranan Pendidik
Dalam proses pendidikan, pendidik memiliki peran penting karena tanpa pendidik anak didik tidak mungkin tumbuh dan berkembang secara wajar. Contoh anak manusia yang sejak bayi  hidup di tengah hutan dan diasuh oleh serigala, ternyata tidak mampu hidupdi tengah hutan sebagai manusia normal. Bayi manusia itu bertingkah laku seperti serigala. Jadi sampai batas tertentu anak didik memiliki ketergantungan pada pendidik. Dalam hal ini peran pendidik hanyalah membantu/melayani anak didikuntuk mengaktualisasikan potensinya, sesuai dengan minat dan bakatnya, sesuai pilihan bebasnya. Pendidik berperan mewakili kata hati anak didik ( Tanlain, 1987:32 ). Anak didik harus dibantu untuk menjadi dirinya sendiri, bukan dari pendidiknya.
Pendidik termasuk orang tua, harus dapat menerima anak didik sebagaimana adanya, baik pandai, biasa-biasa saja, atau lemah intelektualnya. Ada kecenderungan banyak orang tua tidk menerima anak sebagai apa adanya, cenderung memaksakan kehendak terhadap anak. Hal ini termasuk bentuk kekerasan terhadap anak, suatu bentuk pendidikan yang tidak membebaskan/memerdekakan dan tidak demokratis (Suparno, 2004:25-46; dalam Widiastono, 2004: 127-128).
Peran orang tua sebagai pendidik pertama dan utama adalah menerima anak, mencintai, mendorong dan membantu anak aktif dalam kehidupan bersama, agar anak memiliki nilai hidup jasmani, nilai kebenaran dan kejujuran, nilai moral dan etika, nilai keindahan/ estetika, nilai religius/ keagamaan, serta mampu bertindak sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Sebagai pendidik pertama dan utama orang tua berperan mengajarkan pengetahuan tentang agama (religius), tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik (moral, etika), apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dan bagaimana melakukan (etiket, sopan-santun), pergaulan dengan masyarakat (norma sosial), tanggung jawab terhadap diri sendiri (identitas, integritas, jati diri), dan orang lain (kekitaan, pluralitas, inklusif). Semua pendidik diluar orang tua berperan membantu orang tua, melaksanakan sebagian tugas mendidik yang dilakukan oleh orang tua, memperoleh otoritas dari orang tua, maka tidak pernah akan menggantikan atau mengambil-alih peran orang tua dalam mendidik anaknya. Tanggung jawab akhir mendidik ada ditangan orang tua. Apabila dalam melakukan pendidikan tersebut ternyata mengalami kesulitan, misalnya tidak berdaya mengatasi kenakalan anak, maka pemecahan terakhir diserahkan kembali pada orang tua.

B.     Peserta Didik

a)      Definisi Peserta Didik
Peserta didik adalah mereka yang sedang mengalami proses dididik. Mereka dalah manusia muda yang belum dewasa, dalam proses menuju kedewasaan; manusia yang sedang dalam proses memanusiakan dirinya menjadi manusia seutuhnya; manusia yang dalam proses pembudayaan atau membudayakan dirinya menuju manusia yang beradab. Menurut Drost (2000:21), mereka itu adalah manusia yang masih perlu dibentuk: kanak-kanak, anak, remaja, dan adolesens atau pemuda, usia antara 0 tahun sampai 20 tahun. Ia menegaskan bahwa kalau sesudah usia 20 tahun masih harus dididik artinya pendidikan gagal. Dalam arti umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Dalam arti sempit, anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggung jawab pendidik (Tanlain dkk., 1987: 33-34; mengutip dari Bernadib, 1985: 39; Langeveld, 1971: pasal 34).


b)     Karateristik Peserta Didik
Karakteristik, ciri-ciri, atau sifat-sifat peserta didik dapat ditelusuri dnegan mudah dengan membalikkan karakteristik dari pendidik,yaitu manusia yang belum atau sedang menuju menjadi manusia : dewasa, susila, seutuhnya, berjatidiri, berintegritas, bermartabat,berbudaya, beradab, mandiri, bertanggung jawab, singkatnya adalah anak yang belum dan sedang menjadi manusia terdidik. Adapun ciri-ciri manusia terdidik, kemampuan intelektualnya telah berkembang, yang sensitif terhadapmasalah-masalah moral dan estetika, yang mampu mengapresiasi hakikat dan kekuatan pemikiran matematika dan ilmiah, yang mampu memandang dunia dengan perspektif sejarah dan geografi,dan lebih dari itu yang memperhatikan pentingnya kebenaran, ketepatan, dan elegan dalam berpikir.
Peserta didik perlu memanusiakan dirinya melalui pendidikan. Kemanusiaan bukanlah barang jadi, tetapi sesuatu yang harus ditemukan dan diwujudkan terus-menerus (ongoing formation). Manusia selalu dalam proses “menjadi”. Ia tidak hanya being, tetapi juga becoming, suatu gerak, proses, transisi, yang tidak pernah selesai. Kodrat manusia adalah kemanusiaan yang belum selesai, masih harus muncul, lahir, dan mewujud dalam sejarah. (Sastrapratedja dalam Widiastono, 2004: 3-4).
Peserta didik memang belum dewasa, tetapi sedang tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Ia belum susila, tetapi sedang tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang susila. Ia belum sebagai manusia yang utuh, tetapi sedang tumbuh dan berkembang menuju manusia seutuhnya. Ia belum berjatidiri, berintegritas, bermartabat, tetapi sedang tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berjatidiri, berintegritas, dan bermartabat. Ia memang belum berbudaya dan beradab, tetapi sedang tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.


c)      Tanggung Jawab Peserta Didik
Dalam mengaktualisasikan potensi dirinya peserta didik memerlukan bantuan pendidik. Tanpa bantuan pendidik potensi tersebut tidak mungkin mengaktualisasikan diri secara baik dan wajar. Itulah yang  disebut sifat ketergantungan anak didik kepada pendidik. Karena masih bersifat ketergantungan, maka anak didik juga belum mampu bertanggung jawab sendiri, memilih dan mengambil keputusan sendiri secara bebas, maka menyerahkan tanggung jawab dan kebebasannya tersebut sementara kepada pendidi. Dengan demikian pendidik akan melakukan tindakan mendidik sejalan dengan besarnya ketergantungan dan tanggung jawab yang diserahkan oleh anak didik. Maka pendidik dalam tindakan mendidiknya.
            Ketergantungan dan dan kebebasan serta tanggung jawab yang diserahkan kepada pendidik itu akan ditarik kembali secara berangsur-angsur seirama dengan pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Makin dewasa ketergantungannya makin berkurang dan tanggung jawabnya makin besar; pada saatnya anak didik akan melepas ketergantungannya dan bertanggung jawab sepenuhnya. Itulah yang disebut sebagai manusia terdidik.

d)     Peranan Peserta Didik
Peranan peserta didik ditentukan oleh lingkungan kehidupan dimana proses pendidikan berlangsung. Lingkungan pendidikan adalah keluarga (pendidik informal), masyarakat (pendidik nonformal, pendidikan luar sekolah), dan sekolah (pengajaran formal). Peran peserta didik juga ditentukan oleh bentuk atau upaya pendidikannya. Pendidikan terlaksana dalam tiga bentuk atau upaya, yaitu pembiasaan, peneladanan, dan pembelajaran. Besar dan proporsi peran serta peserta didik tergantung teori atau pendekatan atau asumsi terhadap pendidikan itu sendiri. Berikut ini paparannya
            Dalam keluarga, terlaksana lebih dalam bentuk atau upaya pembiasaan dan peneladanan, utamanya pada tingkat awal-awal pendidikan. Orang tua menanamkan nilai-nilai (internalisasi nilai, pembatinan nilai) lewat pembiasaan dan peneladanan. Anak dibiasakan makan dan tidur secara teratur, diberikan teladan bagaimana berdoa, berlaku sopan, bersikap sosial dan menolong, bersikap hormat pada orang tua, dan seterusnya. Jadi didalam pendidikan keluarga, anak didik berperan sebagai orang yang berlatih untuk membiasakan diri dengan norma-norma keluarga dan meniru atau meneladani tindakan-tindakan orang lebih tua.
            Di dalam masyarakat, anak didik berperan sebagai anggota masyarakat. Dalam masyarakat ada berbagai lembaga, seperti lembaga aagama, lembaga sosial, lembaga politik dan lain-lain. Anak dapat menjadi anggota lembaga-lembaga tersebut sebagai anak didik. Setiap lembaga memiliki norma-norma khusus yang harus ditaati oleh para anggotanya. Dalam kaitannya dengan pendidikan lembaga-lembaga dimasyarakat tersebut lebih menitik-beratkan upayanya pada peneladanan dan pembelajaran/pelatihan. Dengan demikian peran anak didik pada lembaga-lembaga masyarakat tersebut lebih sebagai pengambil teladan, walaupun tentu juga terjadi peran meniru dan belajar/berlatih. Oleh karena itu sebagai konsekuensinya, masyarakat lebih dituntut memberi teladan dalam kaitannya dengan upaya pendidikan.
Di sekolah, anak didik lebih dominan dengan kegiatan belajar walaupun pasti ada upaya pembiasaan dan peneladanan. Memang tugas utama sekolah adalah mengajar. Oleh karena itu peran anakdidik di sekolah adalah belajar, dengan demikian yang lebih dominan adalah belajar (siswa aktif) bukan mengajar (siswa pasif), swalaupun kegiatan belajar baru muncul setelah adanya kegiatan mengajar, proses mengajar-belajar, bukan belajar-mengajar. Oleh karena itu diupayakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Bagaimanapun, peran anak didik tidak dapat dipisahkan dari peran pendidik, sebab pendidikan hanya terjadi bila ada peran pendidik dan peran anak didik. Peran pendidik tersimpul dalam otoritas sedang peran anak didik tersimpul dalam partisipasi.

2.2 Alat Pendidikan

A.    Definisi Alat Pendidikan
Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan tertentu. Alat pendidikan bisa berupa situasi yang diciptakan dan perlakuan yang sudah dirancang ditujukan kepada peserta didik sehingga bisa mendorong terwujudnya proses pendidikan yang efektif menuju pada tercapainya tujuan pendidikan. Alat pendidikan berkaitan dengan tindakan atau perbuatan pendidik.
Agar dapat meliputi keseluruhan arti luas (Ilmu Pendidikan Teoritis) maupun arti terbatas (Ilmu Pendidikan Praktis), maka dapat dibuat definisi gabungan bahwa alat pendidkan adalah suatu perbuatan atau situasi atau benda yang sengaja dirancang atau diadakan dan digunakan untuk mencapai tujuan pendidik.

B.     Jenis Alat Pendidikan
Jenis atau macam-macam alat pendidikan dapat dibedakan berdasar banyak sudut pandang :
a)      Dari segi wujudnya, alat pendidikan dapat dibedakan menjadi alat pendidikan nonmateri dan materi. Alat pendidikan yang nonmateri, berupa perbuatan mendidik, sering disebut software (perangkat lunak), yang meliputi: nasihat, teladan, pembiasaan, anjuran, perintah, larangan, pujian/ganjaran (reward), teguran/peringatan, hukuman (punishment), dan motivasi. Alat pendidikan yang berupa materi (perangkat keras, hardware) dapat berupa meja, kursi, papan tulis, penghapus, buku, peta, dan lain-lain.
b)      Dari segi arahnya, dapat dibedakan alat pendidikan positif dan negatif. Alat pendidikan yang positif dimaksudkan agar anak mengerjakan sesuatu yang positif, yang baik, misalnya: teladan, pembiasaan yang baik, perintah/tugas, pujian, dan ganjaran. Alat pendidikan yang negatif dimaksudkan agar anak didik jangan melakukan atau menghindari hal-hal yang negatif, misalnya: larangan, teguran/celaan, peringatan, ancaman, hukuman.
c)      Dilihat dari maksud/sifatnya, dapat dibedakan antara alat pendidikan preventif dan represif. Alat pendidikan yang preventif bermaksud/bersifat mencegah, agar anak didik tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan pendidik (ha-hal yang tidak baik), berarti sebelum terjadinya tindakan, misalnya: pembiasaan, bertindak baik, perintah/tugas, motivasi atau dorongan. Alat pendidikan represif (menekan kembali), kuratif (penyembuhan) atau korektif (memperbaiki), bermaksud atau bersifat menyembuhkan atau memperbaiki, diterapkan setelah terjadi tindakan anak didik yang menyimpang, misalnya: teguran, celaan, peringatan, ancaman, bahkan bisa hukuman. Alat pendidikan tersebut diterapkan bukan untuk menyakitkan fisik atau melukai hati, melainkan agar anak didik menjadi sadar dan memperbaiki tindakannya.
d)     Dilihat dari akibat atau tanggapan dari anak didik, dapat dibedakan antara alat pendidikan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Alat pendidikan yang menyenangkan misalnya: nasihat, pujian, dan ganjaran. Alat pendidikan yang tidak menyenangkan, membuat anak didik menjadi tidak senang, misalnya teguran, peringatan, ancaman, dan hukuman.
e)      Dilihat dari tingkatannya, dapat dibedakan antara alat pendidikan pendahuluan dan alat pendidikan yang sebenarnya. Alat pendidikan pendahuluan merupakan tindakan atau upaya pembiasaan, yang dapat meliputi: keteraturan, kebersihan, ketenangan. Alat perlindungan yang sebenarnya, meliputi upaya untuk memberi perlindungan, memberi teladan, penyadaran, pencerahan, pemahaman, penguatan, pembentukan kemauan atau motivasi, dan lain-lain.   

2.3  Isi Pendidikan

A.    Definisi Isi Pendidikan
Isi pendidikan adalah segala sesuatu yang merupakan misi pendidikan yang diberikan kepada peserta didik untuk keperluan pertumbuhan atau perkembangan jiwa dan raga peserta didik serta berguna sebagai modal bagi kehidupannya dimasa depan. Definisi lain dari isi pendidikan adalah materi didik yangmampu mengantar anak didik menjadi dewasa yang susila atau manusia utuh yang berbudaya. Isi pendidikan tersebut berupa nilai-nilai yang tersusun sebagai sistem nilai. Dalam sistem persekolahan, materi pendidikan telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan.
Dalam kaitannya dengan nilai-nilai sebagai isi pendidikan, pendidikan dapat disebut sebagai proses transfer (pemidahan) nilai-nilai dari orang dewasa yang susila atau manusia dewasa uyang utuh dan berbudaya kepada anak didik, yaitu manusia muda yang belum dewasa dan susila atau manusia muda yang masih dalam pertumbuhan dan perkembangan menuju manusia yang utuh dan berbudaya. Sebagaimana pernah disebut, transfer nilai dapat dikonotasikan sebagai pewarisan nilai-nilai dari generasi lama (generasi tua) kepada generasi muda. Transfer nilai dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu transmisi dan transformasi.
Transmisi nilai-nilai terjadi ketika nilai-nilai yang diwariskan itu tetap tanpa ada perubahan, biasanya berupa nilai-nilai budaya yang bersifat luhur dan final, yang perlu dilestarikan, seperti nilai-nilai Pancasila bagi Indonesia. Transformasi nilai-nilai terjadi ketika nilai-nilai yang diwariskan masih perlu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan jaman.

B.     Macam-Macam Isi Pendidikan
Pendidikan terpusat pada kebutuhan manusia, maka macam-macam isi pendidikan juga harus sesuai dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Kebutuhan manusia dapat ditelusuri dari pandangan hidup orang, masyarakat, atau bangsa yang mendidik dan dididik. Pandangan tentang kebutuhan manusia secara umum dapat ditelusuri dari pendapat ahli yang terkait.
Maslow menyusun kebutuhan manusia secara hierarkis dari yang paling bawah:
1)      Kebutuhan fisiologis atau biologis, seperti makan, minum, tidur.
2)      Kebutuhan rasa aman, seperti tubuh yang sehat, pakaian, rumah untuk berlindung.
3)      Kebutuhan sosial, saling mencintai dan menerima, seperti berkawan, berkeluarga, berkelompok atau bermasyarakat.
4)      Kebutuhan penghargaan atau harga diri
5)      Kebutuhan pengakuan atau aktualisasi diri, seperti mengembangkan bakat atau kegemaran.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, pada dasrnya pendidikan dilakukan agar manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, baik kebutuhan tingkat rendah maupun kebutuhan tingkat tinggi. Pendidikan tidak boleh mengabaikan kebutuhan yang manapun.
Menurut Drijakara, menyusun nilai-nilai pendidikan dari yang rendah ke yang tinggi, yaitu:
1)      Nilai vital (jasmani), seperti makan, minum, pakaian, perumahan; berkonotasi dengan “sehat” rumusan tujuan pendidikan dalam Sisdiknas 2003.
2)      Nilai seni (keindahan), seperti rasa bahagia dengan barang-barang yang halus, bagus, indah; berkonotasi dengan “kreatif dan mandiri” rumusan tujuan pendidikan dalam Sisdiknas 2003.
3)      Nilai kebenaran, seperti ilmu pengetahuan, pengertian, pemahaman; berkonotasi dengan “cerdas, berilmu, dan cakap” rumusan tujuan pendidikan dalam Sisdiknas 2003.
4)      Nilai kesusilaan (moral dan etika), seperti cinta sesama, saling menghormati, bekerjasama, inklusif, pluralisme, berkonotasi dengan “berakhlak mulia dan berbudi luhur, warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” rumusan tujuan pendidikan dalam Sisdiknas 2003.
5)      Nilai religius (jiwa keagamaan) yaitu pengakuan dan tunduk kepada Tuhan Yang Maha Esa; berkonotasi dengan “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa” rumusan tujuan pendidikan dalam Sisdiknas 2003.
Nilai-nilai tersebut merupakan kesatuan yang perlu dicapai secara utuh, artinya pendidikan harus mengembangkan nilai-nilai tersebut secara utuh.

2.4 Metode Pendidikan

A.    Definisi Metode Pendidikan
Metode pendidikan merupakan cara praktis yang dipakai pendidik untuk menyampaikan materi pendidikan agar bisa secara efektif dan efisien diterima oleh peserta didik. Metode yang dipilih selalu disesuaikan dengan hakikat pembelajaran, karateristik peserta didik, jenis materi pelajaran, situasi dan kondisi lingkungan, dan tujuan yang akan dicapai.
Ada banyak metode yang bisa dipilih oleh guru dalam mengajar, misalnya:
1.      Ceramah
2.      Diskusi (discussion)
3.      Praktik
4.      Bermain peran (role playing)
5.      Pemecahan masalah (problem solving)
6.      Inkuiri reflektif (inquiry reflective)
7.      Penyampaian Cerita (story telling)
8.      Investigasi (investigation)
9.      Kerja Lapangan (field work)

B.     Pertimbangan dalam memilih metode pendidikan
Fungsi untuk metode pendidikan adalah menghantar tindakan mendidik untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Tercapainya tujuan pendidikan ditentukan dalam berbagai faktor, yaitu :
a)      Tujuan yan telah ditetapkan. Metode tidak dapat dilepaskan dari tuuan yang telah ditetapkan. Jadi tujuan pendidikan turut menentukan metode yang digunakan. Tujuan berperan penting dalam menentukan metode, sebagaimana pernah menjadi sikap penganut paham komunis; artinya tujuan yang baik harus dicapai dengan cara yang baik pula. Tujuan pendidikan yang berbeda pula menuntu pendidikan yang berbeda pula. Misalnya, untuk penanaman nilai-nilai dan penyampaian fakta-fakta atau informasi lebih baik tidak mengunakan metode ceramah, sedang untuk pemecahan masalah lebih tepat digunakan metode diskusi.
b)      Lingkungan, suasana, dan fasilitas pendidikan. Lingkungan biasanya terkait erat suasana fasilitas yang tersedia. Dengan suasana dan fasilitas yang berbeda dituntut cara melaksanakan pendidikan yang berbeda pula. Misalnya, untuk mendidik anak-anak desa diperlukan cara atau metode yang berbeda dari mendidik anak-anak dari kota, demikian pula untuk anak kaya dan yang miskin, untuk limgkungan petani, nelayan, pegawai, buruh dan seterusnya.
c)      Sistem dan kurikulum pendidikan. Sistem pendidikan erat terkait dengan kurikulum yang digunakan. Dalam system pendidikan di Indonesia pernah berlaku berbagai jenis kurikulum, termasuk yang terakhir adalah KBK(Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan PEndidikan). Dari sisitem dan kurikulum pendidikan yang berbeda-beda itu juga pernah menimbulkan model, pendekatan, dan startegi atau metode pendidikan yang berbeda, seperti pendekatan CBSA (Cara Belajar Sisiwa Aktif), CTL (Contektual Teaching Learning), Sistem Pembellajaran Terpadu, Pembelajaran Tematis, pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan) atau PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif Menyenangkan). Khusus yang terkait dengan waktu yang tersedia dalam kurikulum, waktu yang berbeda juga menutut metode yang berbeda pula, termasuk bila materi yang dididikan sama. Misalnya, metode diskusi, pemberian tugas, penemuan nuntut waktu yang lebih lama, sedang metode ceramah tidak baik bila berlangsung terlalu lama. Untuk waktu pagi-pagi ceramah bisa masih efektif, tetapi pada siang hari ceramah harus diselingi dengan humor-humor tertentu.
d)     Kebutuhan anak didik. Kebutuhan anak didik dapat diartikan sebagai tingkat perkembangan anak didik, kemampuan anak didik, situasi dan kondisi anak didik. Misalnya, untuk taman kanak-kanak digunakan metode bercerita, bernyanyi, dan bermain. Metode diskusi, studi bebas, penemuan lebih efektif untuk anak tingkat pendidikan menengah dan tinggi.
e)      Kemampuan pendidik. Kemampuan ini dapat meliputi kemampuan untuk menemukan memfasilitasi, dan melaksanakannya. Misalnya metode ceramah, menuntut kemampuan pendidik untuk berbicara menyusun retorika, mengatur irama dan seterusnya. Metode simulasi menuntut kemampuan pendidikan menyusun situasi bermasalah dan atau permainan bagi anak; metode diskusi menuntu kemampuan pendidik memimpin diskusi dan memecahkan masalah.

C.    Macam-Macam Metode Pendidikan
Sejalan dengan pembedaan Antara pendidikan arti luas atau pendidikan arti umum dan pendidikan arti khusus, maka juga dapat dibedakan Antara metode pendidikan dan metode pengajaran. Dalam pengajaran selain proses pembelajaran juga memerlukan evaluasi, maka dalam pengajaran terdapat metode evaluasi pengajaran, yang bisa disebutdengan penelitian pendidikan. Berikut tiga macam metode pendidikan :
a.       Metode pendidikan. Metode ini dapat digunakan oleh orangtua sebagai pendidik utama dan pertama. Orangtua memeperoleh kemampuan mendidik anak-anak mereka secara tradisional, dengan cara meniru orang tuanya turun-temurun dalam keluarga. Metode pendidikan dalam keluarga ini utamanya berupa pembiasaan dan peneladanan. Metode pembiasaan dan peneladanan, dalam batas-batas tertentu, juga digunakan dalam pendidikan formal.
b.      Metode pengajaran. Metode pengajaran terkait erat dengan ilmu megajar pada umumnya dan ilmu cara mengajarkan mata pelajaran tertentu. Didaktik dan Metodik tercakup didalam ilmu mendidik, yang dalam UU Guru dan Dosen masuk kategori kompetensi pedagogik.
c.       Metode penelitian pendidikan. Metode penelitian pendidikan selain untuk mengealuasi pelaksanaan program pendidikan, sejauh mana pelaksanaan pendidikan telah mencapai tujuan yang di teteapkan juga untuk mengembangkan pendidikan itu sendiri. Yang termasuk dalam metode penelitian pendidikan antara lain survei dan eksperimen dengan alat ukur seperti tes, wawancara, observasi, dan kuesioner. Metode penelitian pendidikan tidak akan dibicarakan lebih lanjut di sini melainkan sebagai mata kuliah tersendiri.

                                                    


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mendidik dan dididik adalah kegiatan fundamental. Supaya anak menjadi dewasa, ditetapkan isi atau materi yang relevan untuk keperluan pertumbuhan. Isi pendidikan meliputi nilai, pengetahuan, dan ketrampilan. Di samping itu, metode pendidikan juga diperlukan karena berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan selalu terkait dengan proses pendidikan. Dalam memilih metode yang tepat, perlu memperhatikan tujuan yang hendak dicapai, kemampuan pendidik, kebutuhan peserta didik, dan isi atau materi pendidikan. Untuk mendukung terlaksananya proses pendidikan, alat pendidikan sangat diperlukan baik yang bersifat tindakan yaitu perbuatan pendidik yang bersifat nonmaterial (software) maupun yang berupa kebendaan yaitu alat bantu pendidikan yang bersifat materi (hardware). Isi, metode, dan alat pendidikan merupakan hal yang berbeda namun sangat erat kaitannya. Setelah isi pendidikan diketahui, maka metode dan alat pendidikan yang dipakai harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

3.2 Saran

1.      Hendaknya pemerintah senantiasa memperbaiki dan meningkatkan alat-alat pendidikan agar sesuai yang dibutuhkan peserta didik demi terlaksananya proses pendidikan sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan.
2.      Pendidik sudah seharusnya selalu belajar mengenai metode-metode pendidikan agar menjadi pendidik yang lebih baik dan dapat memenuhi kebutuhan peserta didik dalam proses pendidikan.
3.      Sebagai mahasiswa, khususnya mahasiswa kependidikan, harus selalu berpartisipasi dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia dengan terus belajar, mengerti isi pendidikan, metode dan alat-alatnya, sebagai bekal untuk mendidik anak yang merupakan generasi penerus bangsa agar lebih cerdas, trampil, dan bertingkah laku baik.


DAFTAR PUSTAKA

·         Arif Rohman. 2011. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : LaksBang Mediatama
·         Made Pidarta. 2007. Landasan Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta